Selasa, 07 April 2015


Oleh :  Tanicha Aprilia Murbarani L dan Ditho Nugraha

   


Teori institusional (Institutional Theory)atau teori kelembagaan dasar pikirannya  adalah terbentuknya organisasi oleh karena tekanan lingkungan institusional yang menyebabkan terjadinya institusionalisasi. Zukler (1987) dalam Donaldson (1995), menyatakan bahwa ide atau gagasan pada lingkungan institusional yang membentuk bahasa dan simbol yang menjelaskan keberadaan organisasi dan diterima (taken for granted) sebagai norma-norma dalam konsep organisasi.

Eksistensi organisasi terjadi pada cakupan organisasional yang luas dimana setiap organisasi saling mempengaruhi bentuk organisasi lainnya lewat proses adopsi atau institusionalisasi (pelembagaan).
Di Maggio dan Powell (1983) dalam Donaldson (1995), menyebutnya sebagai proses imitasi atau adopsi mimetic sebuah organisasi terhadap elemen organisasi lainnya.
Menurut Di Maggio dan Powell (1983) dalam Donaldson (1995), organisasi terbentuk oleh lingkungan institusional yang ada di sekitar mereka. Ide-ide yang berpengaruh kemudian di institusionalkan dan dianggap sah dan diterima sebagai cara berpikir ala organisasi tersebut. Proses legitimasi sering dilakukan oleh organisasi melalui tekanan negara-negara dan pernyataan-pernyataan. Teori institusional dikenal karena penegasannya atas organisasi hanya sebagai simbol dan ritual.

Perspektif yang lain dikemukakan oleh Meyer dan Scott (1983) dalam Donaldson (1995), yang mengklaim bahwa organisasi berada dibawah tekanan berbagai kekuatan sosial guna melengkapi dan menyelaraskan sebuah struktur, organisasi harus melakukan kompromi dan memelihara struktur operasional secara terpisah, karena struktur organisasi tidak ditentukan oleh situasi lingkungan tugas, tetapi lebih dipengaruhi oleh situasi masyarakat secara umum dimana bentuk sebuah organisasi ditentukan oleh legitimasi, efektifitas dan rasionalitas pada masyarakat.

Teori kelembagaan dalam administrasi publik berkaitan dengan organisasi dan manajemen institusi publik, mencakup hubungan antara struktur organisasi, peraturan terkait serta norma-norma, dan proses organisasi, perilaku, hasil, dan akuntabilitas lembaga publik. Dalam administrasi publik, istilah "lembaga" biasanya mengacu pada sebuah organisasi publik yang dapat memanggil otoritas negara untuk menegakkan keputusannya. Dalam konteks ini, lembaga-lembaga umum didefinisikan sebagai konstruksi sosial, aturan dan norma-norma yang membatasi perilaku individu dan kelompok. 

Teori kelembagaan didasarkan pada asumsi bahwa hasil kolektif dan perilaku individu yang terstruktur oleh lembaga. Teori kelembagaan mencakup literatur lintas disiplin, termasuk cabang di ekonomi, sosiologi, dan ilmu politik. Teori kelembagaan dalam administrasi publik bisa dilihat dalam konsep Birokrasi klasik Wilson: Apa yang Pemerintah Lakukan dan Mengapa Mereka Melakukannya.

Meskipun teori kelembagaan menyediakan konsep yang detail  dan kaya dengan deskripsi perilaku organisasi, ternyata pluralisme yang sangat besar bisa menimbulkan permasalahan terkait upaya penghematan dan sehingga sulit untuk menilai kapasitas secara jelas, replikasi, dan prediktif. Karena teori kelembagaan (tunggal) tidak memiliki inti konseptual, mungkin lebih akurat untuk menggunakan, teori institusional yang jamak. Secara keseluruhan, teori kelembagaan memiliki lebih banyak tinjauan/perspektif yang beragam.

Teori kelembagaan baru (new institutional theory), juga dikenal sebagai paham neo-kelembagaan (neo-institutinalism). Para ilmuwan menelusuri munculnya teori kelembagaan mengenai reaksi terhadap munculnya paham perilaku ilmu sosial. Dalam suatu peristiwa, teori kelembagaan yang mungkin merupakan pendekatan teoritis tunggal yang terpopuler dewasa ini di dalam administrasi publik, sebagaimana diendors oleh H George Fredericson (1999) yang merupakan salah satu figur terkemuka di bidang teori administrasi publik.
Hall & Taylor (1996), membedakan tiga tradisi pada paham kelembagaan:
1.      Pilihan rasional (rational choice).
2.      Paham kelembagaan historis (historical institutionalism).
3.      Paham kelembagaan sosial (sosiological institutionalism).

Konsep utama dan syarat:
·   Lembaga-lembaga (institutional), merupakan struktur-struktur pemerintahan berdasarkan aturan, norma, nilai, dan sistem-sistem makna kultural.

·   Kepemerintahan sebagai jejaring kerja (governance as networking) , merangkul/mencakup intitusi ke dalam seluruh sektor dan bagian dari konstribusinya mengenai isu-isu administrasi publik di dalam dunia kepartneran antar-sektor yang lebih besar, kebersamaan/kerjasama, dan saling memberi.
·   Kepemimpinan transformasi (transformation leadership), adalah analisis kelembagaan yang mengandalkan peran-peran baru para pemimpin agensi di dalam kepemerintahan, melalui jaringan-jaringan, merekonstruksi simbol dan makna-makna.

·   Pengandungan dan legitimasi (embeddedness and legitimation), melakukan asumsi-asumsi tentang individu yang menjadi rasional, dan aktor-aktor yang memaksimalkan manfaat. Prilaku menjadi sesuatu yang berakar dan relektif terhadap konteks-konteks ganda/muti yang meliputi kultur, kerangka hukum, kepentingan agensi.
·   Legitimasi organisasi, kepercayaan yang wajar menyatakan bahwa legitimasi membawa kepada konstinuasi arus sumber atas nama organisasi, sehingga mewujudkan efektifitas organisasi dalam mencapai efisiensi agensi.
·   Pengimplementasian teknologi, teori pengundangan teknologi adalah sebuah contoh dari teori institusional/ kelembagaan yang menekankan penanaman/pelekatan (embeddedness), bagi isi adopsi terhadap teknologi informasi.
·   Ketekunan kultural (cultural persistence), tiga langkah tentang pembangunan kultur kelembagaan: habit/kebiasaan, keobjetifan, sedimentasi.

Pembagian Dalam Teori Kelembagaan

Ide-ide generatif utama yang diikuti oleh para penganut paham kelembagaan ini,memberi Kekuasaan adalah kekuatan yang dapat dipakai dan dikendalikan. Persoalan besar sejarah adalah mengubah kekuasaan mutlak untuk dapat diubah kearah demokrasi. Kekuasaan merupakan dasar politik. Dalam demokrasi, pemakaiannya harus sesuai dengan patokan-patokan kewajaran atau keadilan. Hal ini selanjutnya tercermin dalam hukum. Hukum menciptakan wewenang dan memungkinkan perwakilan menjadi sarana pembuatan hukum. Selanjutnya jika perwakilan didasarkan persamaan, maka ia akan mendorong kebebasan dan demokrasi itu sendiri. Demokrasi adalah sistem sistem yang menjamin kebebasan. Kebebasan-kebebasan ini diabadikan dalam hak-hak, yang diungkapkan secara politik dalam perwakilan.
Dalam demokrasi melalui kedaulatan rakyat, hak menimbulkan wewenang, suatu wewenang yang didukung oleh hukum. Hasilnya adalah sebuah sistem ketertiban yang menjadi landasan yang memungkinkan dijalankannya kekuasaan serta ditetapkannya asas-asas kewajaran atau keadilan. Selanjutnya lembaga-lebaga pemerintahan ini terbagi dalam tiga wewenang yang merupakan perhatian utama kaum institusionalis, yaitu:

1.Badan Legislatif

Badan ini merupakan pengawas terpenting terhadap kekuasaan yang nyata maupun potensial. Badan ini terdiri atas wakil-wakil rakyat. Semua pemberlakuan hukum harus disetujui oleh badan legislatif ini, namun sangat sedikit kebijaksanaan barasal langsung dari inisiatifnya (Apter, 1996: 145). Fraksi-fraksi, kelompok-kelompok kepentingan, dan koalisi-koalisi partai politik
campur tangan dalam pemberlakuan kebijaksanaan-kebijaksanaan penting. Badan legislatif jarang mengusulkan rancangan undang-undang khusus, sekalipun ada krisis dalam jumlah suara. Tetapi mereka meninjau, mengkritik, mengusulkan perubahan, memperbaiki dan sering menolak rancangan undang-undang.

2.Badan Eksekutif

Badan eksekutif pemerintah ini
bertanggungjawab sesuai dengan makna yang terkandung dalam namanya, yaitu melaksanakan keinginan-keinginan rakyat. Dalam sistem demokrasi, eksekutifkut ini. bertindak atas nama rakyat. Semakin banyak mendapat dukungan yang diperoleh eksekutif dari rakyat, semakin efektif tindakan-tindakannya, dan begitu sebaliknya. Tetapi seorang eksekutif yang demokratis sangat berbeda dengan seorang jenderal atau presiden perusahaan bisnis. Eksekutif harus memimpin, tetapi harus tanggap juga terhadap rakyat. Sebab publik secara kontradiktif mengharapkan agar eksekutif: (1) mengambil inisiatif, (2) tidak melakukan sesuatu tanpa berkonsultasi dengan publik. Namun demikian eksekutif yang kuat akan selalu dituduh berkecenderungan menjadi diktator, dan sebaliknya eksekutif yang lemah senantiasa akan diejek karena kurang mengambil inisiatif (Apter,1996: 148).

3.Badan Yudikatif

Dengan adanya yurisdiksi-yurisdiksi kekuasaan yang dibatasi konstitusi dalam hal mana mereka harus saling berhubungan dalam urusan pembuatan kebijaksanaan, selalu ada kemungkinan terjadinya pelanggaran konstitusi. Jika demikian halnya diperlukan adanya pengadilan tinggi yang berfungsi sebagai wasit agung untuk masalah-masalah penafsiran konstitusional. Pengadilan tinggi semacam itu mewakili asas mengenai lembaga yudikatif agung yang independen.





Perkembangan Teori Institusional

Teori institusional telah berkembang dalam berbagai disiplin ilmu, bahkan bersifat multi dan interdisipliner. Diantara kelompok disiplin ilmu yang memberikan sumbangan utama terhadap perkembangan teori institusional adalah ilmu ekonomi, ilmu politik dan sosiologi (Scott, 2001). 

Pendekatan ekonomi kelembagaan pada awalnya menggunakan asumsi-asumsi rasionalitas klasik dengan asumsi-asumsi ekonomi untuk mewujudkan eksistensi organisasi dan institusi. Williamson (1989) telah mengembangkan pendekatan transaction-cost analysis dalam organisasi. Dan selanjutnya dalam teori neo-institusional menekankan pada pentignya peranan agen dalam sistem ekonkmi, koordinasi dalam aktivitas ekonomi menyangkut transaksi pasar dan struktur institusi. Dalam hal ini peran sistem pemerintah dalam ekonomi kelembagaan menjadi penting dalam struktur institusi dan organisasi.

Pengaruh ilmu politik dalam perkembangan teori insitusi awalnya dapat dilihat dari dua hal; pertama, menerapkan rational choice economic models pada sistem politik;kedua, pandangan historis tentang sifat institusi yang berpengaruh besar terhadap konstruksi aktor dan kepentingannya. Dari dua hal tersebut berkembang pandangan institusi sebagai organisasi yang memiliki tiga pendekatan analisis, yaitu menyangkut: suatu proses politik, kesadaran dan artikulasi dalam suatu struktur pekerjaan, dan aktivitas organisasi yang tidak dapat dipisahkan dari kebijakan.

Pengertian institusi mencakup aspek yang luas. Luasnya cakupan tersebut dapat dilihat dari definisi sebagaimana yang dikemukakan Scott (2001) :

·         Institusi adalah struktur sosial yang memiliki tingkat ketahanan yang tinggi
·         Institusi terdiri dari kultur-kognitif, normatif, dan elemen regulatif yang berhubungan dengan sumberdaya, memberikan stabilitas dan makna kehidupan sosial
·         Institusi ditransmisikan oleh berbagai jenis operator, termasuk sistem simbol, sistem relasional, rutinitas, dan artifak
·         Institusi beroperasi pada berbagai tingkat yurisdiksi, dari sistem dunia ke hubungan interpersonal lokal 
·         Institusi menurut definisinya berarti kestabilan tetapi dapat berubah proses, baik yang selalu bertambah maupun yang tersendat.

Scott (2001) mengembangkan tiga pilar dalam tatanan sebuah kelembagaan, yaitu regulatif, normatif, dan kognitif. Pilar regulatif menekankan aturan dan pengaturan sanksi, pilar normatif mengandung dimensi evaluatif dan kewajiban, sedangkan pilar kognitif melibatkan konsepsi bersama dan frame yang menempatkan pada pemahaman makna. Setiap pilar tersebut memberikan alasan yang berbeda dalam hal legitimasi, baik yang berdasakan sanksi hukuman, secara kewenangan moral dan dukungan budaya. 


6 komentar:

Unknown mengatakan...

Daftar Pustakanya mana ??

Anonim mengatakan...

pencetus teorinya siapa?

nath mengatakan...

daftar pustaka oy. plagiarism ini wkwk

Kori Hermawanti mengatakan...

sumber nya dari mana ya ini?

Dompetqq Judi Online Blogger mengatakan...

Teori institusional (Institutional Theory)atau teori kelembagaan dasar pikirannya adalah terbentuknya organisasi oleh karena tekanan lingkungan institusional yang menyebabkan terjadinya institusionalisasi. Zukler (1987) dalam Donaldson (1995), menyatakan bahwa ide atau gagasan pada lingkungan institusional yang membentuk bahasa dan simbol yang menjelaskan keberadaan organisasi dan diterima (taken for granted) sebagai norma-norma dalam konsep organisasi Pembentukan dan Perubahan Institusional Dominoqq

kuliahpublik.blogspot.com mengatakan...

bagi yg butuh daftar pustakanya, silakan hubungi pemilik blog
selvidhia@gmail.com