Kamis, 07 Januari 2016
Keputusan yang
pemerintah lakukan terkait BBM menjadi keputusan sulit dan merupakan
masalah kursial yang dihadapi pemerintah. Sebab untuk mengeluarkan sebuah kebijakan
mengenai BBM selalu bermunculan pro kontra kebijakan yang begitu besar.
Sebelumnya berdasarkan pengambilan keputusan yang
baik harus terdapat variabel-variabel
yang harus dipikirankan dengan matang. Pengambilan keputusan dituntut harus
berdasarkan rasionalitas, kepentingan yang sama, manajemen puncak sebagai
penetap keputusan, dan kepentingan pribadi di bawah kepentingan bersama.
Keputusan yang rasional, konsisten dengan tujuan organisasi dan diarahkan untuk
memaksimalkannya.
Namun pada kebijakan BBM terdapat kesulitan
pemerintah berfikir hanya berdasarkan rasionalitas. Secara rasionalitas sendiri
terjadi pertentangan. Pertama, sesuai ketentuan pasal 33 UUD
1945 ayat 4 menyatakan bahwa sumber daya alam,dalam hal ini termasuk BBM, pengelolaannya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat
. Sehingga munculnya usaha pemerintah untuk kemakmuran rakyat dengan adanya subsidi
sesuai ketentuan Undang Undang nomer 30
tahun 2007 tentang Energi, dalam Pasal 7
Ayat 2 bahwa subsidi disediakan untuk kelompok masyarakat tidak mampu. Maka
tuntutan atas subsidi dan harga murah BBM sesuai peraturan tersebut harus
diberikan jaminan oleh pemerintah.
Sebelumnya subsidi
merupakan harga yang dikeluarkan berdasarkan pemberian alokasi anggaran yang
disalurkan melalui perusahaan/lembaga (terkait BBM yaitu pertamina) untuk
memproduksi, menjual, dan memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa,
sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan atau meningkatkan daya beli masyarakat.
Dengan kata lain
pengertian BBM bersubsidi adalah bahan bakar minyak yang dijual kepada rakyat
dengan harga di bawah harga BBM harganya menjadi lebih murah dan dibawah harga bahan
bakar dunia. Hal ini terjadi dikarenakan rakyat telah mendapatkan bantuan dana
dalam bentuk potongan harga sebelum BBM sampai ke tangan konsumen. Potongan
biaya tersebut termasuk dalam proses pengolahan minyak mentah hingga proses
distribusi bahan bakar minyak ke tangan konsumen.Pemerintah menerapkan demikian
karena BBM dinilai sebagai salah satu komoditas primer yang harus diberikan
subsidi agar daya beli masyarakat dapat
ditingkatkan.
Namun masih secara
rasionalitas ternyata pemberian subsidi sebagai jaminan kemakmuran rakyat
telah melebihi dari tujuan daya beli masyarakat yaitu terjadinya komsumsi
berlebihan dari yang seharusnya. Sehingga telah membuat
anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia mengalami
pemborosan dan defisit mengingat harga bahan bakar yang saat ini impor harus
menyesuaikan harga Internasional yang tidak menentu,khususnya saat nilai tukar
rupiah merosot tajam. Maka ada usulan untuk menghilangkan subsidi BBM karena
dianggap sebagai pemborosan anggaran yang mulai tidak terkendali.
Namun kebijakan
menghilangkan subsidi atau menaikan harga bakan bakar minyak tidak semudah
rasionalitas pemikiran saja. Terdapat
tuntutan atas dasar tidak rasional
seperti permintaan masyarakat atas harga BBM yang murah. Hal ini disebabkan
karena ketergantungan masyarakat atas harga BBM murah sangat tinggi, telah
sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat yang sangat rentang mengalami
krisis jika harga dinaikan. Hal ini disebabkan sedikit perubahan kenaikan BBM
saja telah menyebabkan kenaikan barang komuditas lainnya, khususnya kenaikan
barang pokok yang mesti dipikirkan ulang. Karena kesenjangan perekonomian
akibat kenaikan harga ini dapat berdampak atas meningkatnya kemiskinan,
meningkatnya kriminalitas,
Kemudian muncul
sebuah rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi kepada
pemerintah dan Pertamina untuk mengalihkan produksi kilang minyak dari bensin
RON 88 atau jenis Premium menjadi bensin RON 92 atau setara dengan jenis
Pertamax.
Hal ini karena Indonesia
merupakan satu-satunya negara yang masih menggunakan Premium sehingga rawan
menjadi permainan kartel karena mulai dari produksi hingga harga ditentukan
oleh produsen tanpa adanya acuan harga pasar. Jika Indonesia hanya impor
Pertamax yang banyak dipasar membuat peluang adanya kartel sangat kecil. Serta
terus mempertahan RON 88 dapat membuat para mafia migas selalu punya alasan
untuk menggunakan harga khusus pengadaan premium.
Namun untuk sebuah kebijakan peralihan Premium ke Pertamax
butuh waktu, karena infrastruktur Pertamina belum siap untuk mengalihkan
penggunaan Premium ke Pertamax. Kilang Pertamina belum siap, karena kapasitas kilang minyak Indonesia yang ada sebagain besar
memproduksi Premium, sehingga jika kebijakan ini dilakukan harus melalui
tahapan-tahapan. Selain itu kondisi kilang yang sudah tua menyebabkan minimnya keterbatasan
produksi BBM. Seperti yang diketahui kondisi kilang Indonesia saat ini hanya
mampu memproduksi 800 ribu barel per hari, padahal kebutuhan nasional mencapai
1,5 juta barel perhari. Maka perlu dilakukan perbaikan dan pembaharuan kilang
baru jika kebijakan ini akan diimplementasikan.
Dalam
perbaikan dan pembangunan kilang harus dilakukan dengan mengalihkan anggaran Pertamina
untuk impor Premium sekitar 13 milyar dollar Amerika pertahun diahlikan
ke anggaran untuk biaya investasi pembangunan kilang minyak baru.
Premium (RON 88) sejak dulu sudah diposisikan
sebagai bahan bakar untuk golongan masyarakat tidak mampu sehingga nilai RONnya
paling rendah karena diciptakan untuk harga yang lebih murah. Sedangkan RON
92 menjadi BBM mahal yang diciptak
dengan untuk oktan tinggi untuk high
class. Jadi jika terjadi peralihan Premium (RON 88) ke RON 92 atau setara dengan jenis
Pertamax dengan diikuti peralihan subsidi, maka akan terjadi peningkatan kuliatas yang akan diterima
masyarakat. Karena sebenarnya RON 92 atau setara dengan jenis Pertamax secara kualitas lebih bagus buat mesin, walaupun kalau mesin mobil lama
tidak cocok, tapi untuk mesin-mesin baru yang ada sekarang ini lebih bagus
menggunakan RON
92 atau setara dengan jenis Pertamax, pembakarannya lebih bersih
sehingga mesin-mesih kendaraan menjadi
lebih awet.
Namun adanya hal yang harus dipiirkan yaitu kemungkinan besar kesalahan penerima subsidi
akan terjadi, sebab penerima subsidi yang seharusnya masyarakat miskin malah
akan digunakan oleh masyarakat dengan kelas menengah. Maka sebelum kebijakan
ini akan diimplementsikan harus didahulu dengan penguatan kebijakan atas
pembedaan kelas untuk masyarakat yang dapat menerima subsidi dan masyarakat non
bersubsidi (kelas menengah keatas). Hal ini dapat dilakukan dengan melihat
jenis kendaraan. Kendaraan yang tergolong mewah dilarang untuk membeli BBM
bersubsidi. Pelaksanaannya harus diawasi dengan lebih ketat dan terkontrol.
Selain pembedaan jenis kendaraan bisa melalui adanya kartu
masyarakat bersubsidi BBM, sehingga hanya pemilik kartu dengan ID didalamnya
yang dapat membeli bakan bakar bersubsidi. Seperti kebijakan lainnya,
pengawasan ini juga harus dilakukan dengan kuat dan terkontrol.
Maka dalam proses pengambilan keputusan yang
dilakukan pemerintah dilakukan secara periodik menata ulang kebijakan BBM yang
ada. Revisi demi revisi kebijakan pemerintah terus lakukakan dan mengakibtkan
seringnya kebijakan ini menjadi sebuah proses yang berantakan (muddling through) dengan sifat proses
perubahan keputusan yang terputus-putus (disjointed
incrementalism).
Kebanyakan keputusan BBM hanya menjadi sebuah
pilihan kebijakan yang sempit dan terbatas dengan berstate pada penataan ulang
kebijakan yang telah ada dengan sifat membandingkan konsekuensi dan
mencoba-coba pilihan dan selanjutnya mengobservasi setiap konsekuensi yang
ditimbulkan. Hal ini terlihat dari berkali-kali kebijakn pemerintah berupa
kenaikan dan penurunan harga BBM yang terombang-ambing.
Melihat
kenyataan kenaikan harga BBM menimbulkan kekisruhan besar di masyarakat
khususnya terhadap dampak kenaikan BBM yang telah dilakukan berkali-kali. Akar
masalah bahwa masyarakat belum siap dengan naik turunnya harga BBM. Pemerintah
juga seakan tidak siap dengan dampak fluktuasi tersebut. Ketidaksiapan terjadi
seperti sistemnya belum mendukung untuk model itu, seperti sistem transportasi,
harga kebutuhan pokok dan lainnya.
Ketidaksiapan pemerintah atas sistem kenaikan atau
penurunn harga BBM yang tidak konsisten membuat masyarakat menjadi korban.
Ketika BBM naik berimbas atas kenaikan barang pokok dan keperluan lainnya termasuk transportasi naik
tajam. Meski dalam selang waktu yang tidak lama, pemerintah kembali melakukan
penurunan harga, hal ini malah menjadi masalah atas ketidak seimbangan pasar.
Naik turunnya harga BBM juga dikeluhkan oleh pedagang atau pengusaha untuk
menetapkan struktur biaya operasional yang menjadi membingungkan.
Secara umum, damapak dari kenaikan harga bahan bakar
minyak adalah kenaikan harga-harga barang di Indonesia. Tentunya yang sangat
dirugikan adalah masyarakat kecil dengan tingkat daya beli masih rendah. Namun,
selain kenaikan harga barang-barang ada juga kekhawatiran permainan oleh para mafia
migas baik di dalam negeri maupun luar negeri. Kekhawatiran tersebut muncul
karena beberapa waktu yang lalu, terbongkar kasus suap yang dilakukan oleh
kepala SKK MIGAS, Rudi Rubiandini. Masyarakat menilai, naik nya harga minya
selama ini hanya permainan pemerintah yang menguntungan para mafia tersebut.
Maklum saja hal ini menjadi kekhawatiran masyarakat karena pada saat kenaikan
harga akan ada selisih harga dengans ebelumnya pada stok bahan bakar yang
dimiliki pemerintah. Selisih harga tersebut rentan untuk diselewengkan.
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, kebijakan
menaikkan harga bahan bakat minyak memang tidak akan sepenuhnya disetujui
masyarakat. Hal demikian sangatlah wajar karena menaikkan harga bahan bakar
minyak termasuk kebijakan politik yang harus diambil oleh seorang presiden.
Namun yang perlu dianalisa adalah waktu untuk menaikkan harga bahan bakar
minyak tersebut sudah tepat atau belum. Bil melihat kondisi perekonomian yang
ada saat inin di negara Indonesia tentu sangat tidak tepat untuk mengambil
keputusan menaikkan harga bahan bakar minyak. Kondisi perekonomian masyarakat
yang masih dalam kelas menengah ke bawah dinilai belum siap menghadapi fluktualitas harga dipasaran. Seharusnya
pemerintah memperbaiki situsi perekonomian mulai dari masalah ekonomi mikro dan
makro seperti masalah lapangan pekerjaan, masalah buruh yang digaji murah,
infrastruktur yang buruk, dan maraknya kasus korupsi yang dilakukan oleh
pejabat.
Pada beberpa tahun kebelakang, pemerintah sudah
menaikkan beberapa kali haraga bahan bakar minyak. Untuk mengantisispasinya
selalu diberikan kompensasi berupa uang tunai yang dibagikan langsung kepada
masyarakat miskin. Pemerintah merasa dengan memebrikan kompensasi kepada
masyarakat, akan mengurangi efek buruk dari kenaikan harga bahan bakar minyak.
Pada pemerintahan saat ini, pemerintah mengantisipasi kenaikan bahan bakar
minyak dengan memberikan kompensasi berupa kartu indonesia pintar dan kartu
indonesia sejahtera. Tujuannya sama saja, yaitu untuk mengurangi efek buruk
dari kenaikan harag bahan bakar minyak.
Dilain sisi, pemerintah sebenarnya bisa saja
menaikkan harga bahan bakar minyak dengan cara mencabut subsidi yang sudah
diberikan. Dengan mencabut subsidi yang sudah ada, makan beban anggaran pada
APBN akan semakin berkurang. Anggaran yang sebelumnya dipakai untuk membiayai
subsidi bahan bakar minyak bisa dialihkan untuk pembanguna insfrastruktur agar
kegiatan perekonomian masyarakat semakin membaik. Untuk diketahui,
insfrastruktur penunjang yang ada di indonesia masih sangat buruk sedangkan
insfrastruktur tersebut menjadi faktor utama penentu biaya produksi
barang-barang kebutuhan masyarakat. Oleh sebab itu, pemerintah berani mengambil
kebijakan penghapusan subsidi bahan bakar minyak dengan pertimbangan subsidi
tersebut akan dialihfungsikan untuk pembiayaan pembangunan insfrastruktur.
Setelah menaikkan harga bahan bakar minyak,
pemerintah harus memikirkan rencana kedepannya yaitu pembangunan kilang minyak
baru untuk menggantikan kilang minyak sebelumnya yang sudah mulai tidak
produktif. Dan yang tidak kalah penting adalah mengurangi impor minyak dari
negara lain agar menekan harga minya di dalam negri ke arah yang lebih stabil.
Kunci dari kebijakan menaikkan harga bahan bakar
minyak tersebut adalah kestabilan perekonomian di masyarakat. Jika perekonomian
masyarakat sudah stabil, maka efek dari kenaikan bahan bakar minyak tersebut
tidak terlalu berdampak buruk terhadap masyarakat.
Pada pelaksanaan kedepannya terdapat usulan
perubahan harga BBM setiap enam bulan hanya akan memicu dampak kenaikan harga
jual lebih besar dibanding per dua pekan sekali. Hal ini harus dikaji lebih
mendalam oleh pemerintah. Pemerintah harus menyadari bahwa harga bahan bakar
minyak yang tidak stabil akan berdampak luas di masyarakat kelas menengah ke
bawah.
Namun, kebijakan pemerintah untuk mengganti premium
RON 88 menjadi RON 92 memang tepat. Dari segi kualitas, RON 88 dinilai sudah
tidak tepat untuk digunakan oleh kendaraan dengan teknologi terbaru yang lebih
canggih. Selain itu, tingkat emisi gas buang oleh RON 88 cukup besar sehingga
menambah polusi udara di kota-kota besar yang padat penduduk.
Sumber referensi :
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar